Indonesia
memiliki lahan yang luas untuk perkebunan kakao. Dan pada tahun 2007 – 2009
lahan perkebunan kakao terus meningkat. Pada tahun 2007, luas perkebunan kakao
di Indonesia mencapai 1.379.279 Ha. Kemudian mengalami pertambahan luas perkebunan
sebesar 6,8% sehingga pada tahun 2008 menjadi 1.473.259 Ha. Dan mengalami
pertambahan luas perkebunan sebesar 8,1% yang mengakibatkan luas perkebunan
menjadi 1.592.982 Ha.
Kalimantan Barat
merupakan salah satu daerah sentra produksi kakao. Perkebunan kakao di
Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat yakni perkebunan yang dimiliki
masyarakat. Dari segi kualitas, kakao yang dihasilkan perkebunan Indonesia
tidak kalah atau setara dengan kakao yang dihasilkan di Ghana. Dan dengan ini
akan memberi peluang pasar yang cukup terbuka baik ekspor maupun import.
Meskipun
Indonesia memiliki kesetaraan kakao dengan Ghana, Indonesia masih banyak
memiliki masalah kompleks seperti produktivitas kebun masih rendah akibat
serangan hama. Selain itu juga ada, peningkatan mutu dan belum mengoptimalkan
pengembangan produk hilir kakao.
Kendala yang
paling utama dalam perbaikan mutu kakao adalah biji kakao yang bermutu rendah
dan jelek. Hal itu disebabkan rendahnya mutu biji kakao dan cara pengolahan
yang kurang baik, seperti biji kakao yang tidak difermentasi atau proses
fermentasi yang kurang sempurna. Dan untuk meningkatkan nilai tambah kakao
sekaligus meningkatkan pendapatan petani kakao, dilakukan beberapa strategi
penelitian pasca panen.
Fermentasi biji
kakao mengakibatkan sifat-sifat cita rasa bubuk coklat berbeda-beda.
Asidifikasi biji kakao oleh asam asetat selama fermentasi berlangsung sangat
penting untuk pengembangan flavor atau cita rasa.
0 komentar:
Posting Komentar