Saya memilih Kasus 1, Kasus 3, dan Kasus 5
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
Nama : Savira Dewi Permatasari
Nim : 170321100006
Kelas : Agribisnis'A
KASUS 1
Kasus
pertama merupakan kasus mengenai Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
dalam bisnis perihal Hak Cipta. Dimana Jau Tau Kwan, Dirut PT Delta Merlin
Dunia Tekstil (DMDT) melakukan tindak pidana hak cipta karena memproduksi kain
rayon grey bergaris kuning yang telah dipatenkan oleh PT Sritex Sukoharjo.
Karena tindakannya tersebut JPU menilai Jau Tau Kwan telah melanggar pasal 72
ayat (1) UU No 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Atas pelanggaran yang
didakwakan, Jau Tau Kwan dituntut dua tahun penjara dipotong masa tahanan dan
juga membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider hukuman selama enak bulan
kurungan. Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus mendapat kekuatan
hukum atas karya atau ciptaannya. Oleh karena itu Jau Tau Kwan didakwa karena
melanggar pasal 72 ayat (1) UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta juncto pasal
55 KUHP dan atau pasal 56 KUHP. Berikut bunyi pasalnya:
Pasal 55
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
1.
meniadakan nama Pencipta
yang tercantum pada Ciptaan itu;
2.
mencantumkan nama Pencipta
pada Ciptaannya;
3.
mengganti atau mengubah
judul Ciptaan; atau
4.
mengubah isi Ciptaan.
Pasal 56
- Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.
- Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
- Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
KASUS 3
Kasus ketiga merupakan kasus mengenai Hukum
Perlindungan konsumen, dimana pada iklan yang dipampang di media online detik
dan kompas mobil Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin
21,8 km. Namun Milla menemukan kenyataan bahwa setelah pemakaian selama sebulan
butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 km. Sehingga
kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Jakarta. BPSK menyatakan NMI melanggar
Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c. NMI
diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp.
150 juta.
Pasal Pasal 9 ayat (1) UUPK menjelaskan mengenai hal-hal
yang dilarang bagi oleh pelaku usaha:
“(1)
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
- barang
tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu,
sejarah atau guna tertentu;
- barang
tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
- barang
dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja
atau aksesori tertentu;
- barang
dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
- barang
dan/atau jasa tersebut tersedia;
- barang
tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
- barang
tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
- barang
tersebut berasal dari daerah tertentu;
- secara
langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
- menggunakan
kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung
risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
- menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”
Kasus
diatas membuktikan, pada ketentuan umum UU soal konsumen, menyangkut promosi
disebutkan, promosi merupakan kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi
suatu barang dan jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang
dagangan yang diperjual belikan. Maka, kasus tersebut menunjukkan bahwa
terkadang promosi iklan sangat tidak beretika bisnis. Oleh karena itu
diharapkan akan adanya keterbukaan antara produsen dengan konsumen.
KASUS 5
Pada kasus kelima merupakan kasus mengenai
kepailitan, yaitu kepailitan Produsen PT Sariwangi Agricultural Estates Agency
(Sariwangi A.E.A) dan anak usahanya PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber
Wadung (Indorub). Majelis hakim pengadilan niaga Jakarta Pusat menyatakan
kepailitan PT Sariwangi Agricultural Estates Agency (Sariwangi A.E.A) bersama
dengan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (Indorub) dalam keadaan
insolvensi (tidak mampu membayar). Menurut catatan Bank
ICBC, PT Sariwangi AEA memiliki hutang plus bunga Rp 288,9 miliar. Namun di
luar hutang terhadap Bank ICBC, PT Sariwangi AEA juga memiliki utang lain
kepada beberapa pihak yang totalnya mencapai Rp 1,05 triliun.Total utang Rp 1,05
triliun itu terdiri dari pinjaman dari lima kreditur separatis (dengan jaminan)
sebesar Rp 719,03 miliar, 59 kreditur konkuren (tanpa jaminan) Rp 334,18
miliar, dan kreditur preferen (prioritas) Rp 1,21 miliar. Karena PT Sariwangi
AEA tidak dapat membayar seluruh hutangnya, maka Hakim pengadilan niaga Jakarta
Pusat menyatakan PT Sariwangi AEA bersama dengan anak usahanya yaitu PT
Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung pailit.